HUMBAHAS-1 MENATAP ERA KE-2 DALAM PENGEMBANGAN DAERAH PERBATASAN TERTINGGAL

on Jumat, 15 Oktober 2010

Horas to my huta

Oleh: Sutrisno Sianturi

Secara umum berbagai upaya yang dilakukan pemerintah dalam mewujudkan pembangunan bidang-bidang kesejahteraan bersama, hendaknya mampu dijadikan komitmen bersama menuju masyarakat sejahtera dan berketahanan sosial, dan tentunya adanya pemerataan taraf kesejateraan penduduk yang seimbang di setiap wilayah.

Dimana kesejahteraan tersebut jelas merupakan komitmen NKRI yang terbukti dengan tertuangnya hal tersebut di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, alinea ke IV :
“Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada: Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”

Sangat terlihat bahwa memberdayakan masyarakat untuk terlibat dalam proses pembangunan nasional sudah seharusnya menjadi amanat konstitusi untuk menjaga tegak dan utuhnya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kawasan perbatasan antar Negara secara umum dan kabupaten dalam ruang lingkup yang lebih kecil lagi senantiasa menjadi permasalahan mendasar, terkait dengan bagaimana upaya pemerintah memberikan perhatian sepenuhnya terhadap seluruh aspek pengembangan baik ditinjau dari fisik maupun pemberdayaan sumber daya manusia.

Dalam hal ini kita lebih memfokuskan penglihatan kaca mata kita bagaimana pembangunan daerah perbatasan di Kabupaten Humbang Hasundutan. Sudahkah mengecap manisnya pembangunan sebagai mana dengan daerah lain di kabupaten ini.

Harapan sebelum pemilukada Rabu, 9 Juni 2010


Memang tidak bisa dipungkiri pembangunan di Humbahas tergolong berkembang pesat seiring berjalannya waktu, terutama di bidang infrastuktur terutama pembangunan jalan, dan bahkan telah bisa menjadi sebuah percontohan bagi kabupaten di sekitarnya. Walaupun pembangunan secara menyeluruh belum bisa dibilang telah berimbang.

Dalam hal ini peran aktif seluruh komponen masyarakat sangat dibutuhkan dalam memberikan suatu reposisi untuk mendorong pengelolaan kawasan perbatasan secara terpadu antara pelaku, antar sektor dan antar daerah untuk mempercepat pembangunan di kawasan perbatasan, yang tentunya harus dikelola oleh pemerintah.
Beberapa karakterisitik terlihat pada wilayah-wilayah perbatasan, diataranya :
a. Sebagian besar memiliki kondisi sosial ekonomi serta infra struktur yang terbatas;
b. Menyebar, yang secara geografis berjarak lebih dekat dengan kegiatan ekonomi daerah tetangga daripada pusat pemerintahan dari kabupaten yang melingkupingya(terutama sektor pasar);
c. Kegiatan sosial sosial ekonomi cenderung dipengaruhi oleh ketergantungan kepada negara tetangga), misalnya wawasan adat istiadat di Paranginan yang lebih cenderung lebih dekat dengan daerah kabupaten Taput.

Sebagai salah satu contoh nyata, Desa Lumban Sianturi Kecamatan Paranginan akan melakukan kegiatan menjual-beli hasil bumi, jauh lebih sering ke daerah Siborong-borong daripada melakukannya Paranginan atau Onan Lintongnihuta karena mereka merasa di Siborong-borong lebih lengkap komponen pasarnya. Dan yang lebih butuh perhatian lagi adalah desa Sihonongan, kecamatan Paranginan yang berada di lereng perbukitan antara Paranginan dan Kec. Muara hampir seluruh kultur sosialnya telah berbaur dengan Kecamatan Muara. Dimana akses jalan yang belum ada ke daerah tersebut, memaksa mereka melakukan kehidupan bermasyarakat ke daerah Muara yang notabene geografisnya berada di bawah daerah Sihonongan. Dari kegiatan adat, perpasaran, bahkan pendidikan mereka hampir mutlak adalah warga Kecamatan Muara, Kabupaten Taput. Kecuali hanya data kependudukan yang merupakan warga Kabupaten Humbahas karena tuntunan keberadaan wilayah. Hal tersebut hanya contoh kecil saja, dan mungkin hal itu dialami oleh daerah-daerah lainnya di kabupaten Humbahas yang merukan daerah perbatasan.

Seiring masa pemilukada di Humbahas dalam mencari HUmbahas-1, sudahkah para calon-calon pengisi kursi yang terhormat itu sudah memikirkannya?
Mungkin sebagai salah satu calon penghuni kursi Humbahas-1, sudah selayaknya memikirkan permasalahan klasik yang terjadi di daerah perbatas. Yakni belum memadainya kapasitas pemda dalam pengelolaan kawasan perbatasan, mengingat penangannya bersifat lintas administrasi wilayah pemerintahan dan lintas sektoral, sehingga masih memerlukan koordinasi dari institusi yang secara hirarkis lebih tinggi. Selanjutnya, belum tersosialisasikannya peraturan mengenai pengelolaan kawasan perbatasan, yang tentunya masih dihantui terbatasnya anggaran pembangunan pemda.

Setiap insan di daerah ini, sangat membutuhkan infrasturuktur yang memang untuk mewujudkannya masih sangat sulit. Dimana Pemda juga harus dihadapkan dengan pertimbangan efisiensi dari pembangunan suatu infrastruktur tertentu di daerah perbatasan. Misalnya, seberapa besarkah keuntungan dari yang didapat dari pembangunan tersebut. Apakah dengan membangun infrastruktur tersebut, sudah otomatis mengangkat taraf hidup masyarakat di daerah itu ke taraf yang lebih maju lagi? Dan masih banyak hal yang dipertimbangkan. Tapi sekali lagi penulis ingatkan bahwa hak untuk menikmati kesejahteraan hidup, adalah hak setiap warga Indonesia, siapun dia, tanpa terkecuali.

Semangat Otonomi daerah harus semakin digalakkan


Humbahas 1 yang nantinya duduk selama 5 tahun ke depannya harus siap memperjuangkan otonomi daerah dalam pengembangan Humbahas menuju kesejahteraan yang adil dan beradab. Tanpa harus melakukan ego kedaerahan dan terus menjunjung kesatuan bangsa. Sesuai nilai-nilai dasar yang dikembangkan dalam UUD 1945 berkenaan dengan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah di Indonesia, yaitu:
1. Nilai Unitaris, yang diwujudkan dalam pandangan bahwa Indonesia tidak mempunyai kesatuan pemerintahan lain di dalamnya yang bersifat negara ("Eenheidstaat"), yang berarti kedaulatan yang melekat pada rakyat, bangsa dan negara Republik Indonesia tidak akan terbagi di antara kesatuan-kesatuan pemerintahan; dan
2. Nilai dasar Desentralisasi Teritorial, dari isi dan jiwa pasal 18 Undang-undang Dasar 1945 beserta penjelasannya sebagaimana tersebut di atas maka jelaslah bahwa Pemerintah diwajibkan untuk melaksanakan politik desentralisasi dan dekonsentrasi di bidang ketatanegaraan.
Maka dari itu, dalam pesta demokrasi Humbahas Rabu, 9 Juni 2010, yang sudah saban hari terlaksana, seharusnya semoga menjadi batu loncatan bagi kita masyarakat Humbahas yang memilih para calon bupati dalam pencalonnannya, benar-benar memperhatikan keluhan seluruh umat, termasuk di dalamnya pengembangan dan pemberdayaan daerah pinggiran/perbatasan yang masih tertinggal, serta calon yang siap memperjuangkan perjuangan otonomi daerah dalam memajukan Humbahas ke depannya. Karena peran aktif seorang Bupati nantinya sangat dituntut menjadi figure bupati yang sangat loyal dalam mengarahkan haluan pembangunan Humbahas ke arah yang lebih baik.

Terus berkarya

Sekedar catatan kaki dengan para calon yang kalah sudah sebaiknya berprilaku menjadi kontrol dalam proses perjalan pembangunan tersebut, sehingga pembangunan tetap menguntungkan kehidupan khalayak ramai secara adil dan merata. Karena paradigma yang berkembang selama ini, bahwa calon yang kalah akan sibuk dengan tuntut menuntut ketidak adilan dalam pemilu, dan setelah itu diam dan acuh tak acuh akan berjalannya roda pemerintahan, dan mungkin sibuk untuk pemenangan periode selanjutnya (jika masih ingin mencalonkan kembali). Terkesan hanya sibuk dengan melancarkan dan bahkan mempoles slogan-slogan baru yang akan didengungkan kembali di masa pemilihan berikutnya. Dan paling fatalnya dengan berpangku tangan hanya asyik berkoak-koak mengkritik pemerintahan yang sedang berjalan, serta berusaha mencari celah bagaiman menggulingkannya bila bisa secepatnya. Seburuk itukah moral kita?
Seharusnya para calon bupati itu tidak hanya perlu dekat pada masyarakat pada saat-saat mendekati hari ‘H’ pesta demokrasi. Karena itu akan sangat merugikan seluruh unsur masyarakyat, termasuk calon itu sendiri. Dimana masyarakyat bisa saja dibutakan oleh visi misi yang menggiurkan, sementara ketokohannya belum teruji. Dan bagi para calon, apabila telah lama dekat dengan masyarakyat, hal itu akan memudahkan langkahnya menuju tahta pemerintahan tersebut. Karena pastinya masyarakat semakin pintar untuk menilai mana iklan kampanye yang hanya berisi janji-janji palsu. Dan membandingkannya mana calon pemimpin yang bermasalah/ atau berkelakuan baik dari segi moral, etika maupun hukum.
Semoga pilkada Humbahas menjadi benar-benar utuh sebagai pesta demokrasi, pestanya rakyat, pesta menyambut seorang tokoh pembawa perubahan Humabahas menuju arah yang lebih baik. Dan menjadi pesta demokrasi yang damai dan bisa menjadi teladan bagi pesta demokrasi di daerah lainnya di negeri ini.

Humbahas-1 Menatap Era Ke-2 di Antara Kerah Putih Dan Dasi Merah


Setelah menjalani beberapa proses pemilukada yang sangat panjang dan cukup melelahkan, pesta rakyat Humbahas telah usai dengan sukses. Ditandai dengan pelantikan pemenang hasil pemilukada, Drs. Maddin Sihombing M.Si / Drs. Marganti Manullang oleh Gubsu Syamsul Arifin, SE di Aula HutaMas, Dolok Sanggul, Kamis, 26 Agustus 2010. Hal ini Bupati yang menduduki kursi emas Humbahas lima tahun ke depan adalah orang yang sama dengan lima tahun terakhir.
Sebagai masyarakat Humbahas kita patut mengucapkan selamat & sukses bagi mereka, yang terpilih kembali, dalam arti mereka masih layak di mata masyarakat Humbahas untuk memimpin kembali dalam satu periode 5 tahun ke depan. Tentunya kata selamat ini tidak jauh dari harapan dan asa yang dibebankan ke pundak mereka. Banyak hal yang kita inginkan dari mereka, sesuai dengan porsi masing-masing yang berbeda pula. Saatnya untuk menerima dan menuntut apa yang mereka janjikan selama masa kampanye kemarin. Kita harus tetap mengawasi langkah mereka dalam mengendalikan kemudi pembangunan Humbahas, mau dibawa ke arah mana nantinya. Kita harus menjadi kontrol sosial, yang tentunya harus pandai-pandai melihat situasi serta pintar mengkritisi perjalanan itu. Maka harapan-harapan untuk hidup yang sejahtara kemungkinan lebih besar dapat tercapai.
Dalam hal ini penulis menitikberatkan bahasan akan pembangunan daerah perbatasan yang terpencil bukan berarti melupakan hal-hal besar yang menjadi pusat perhatian dalam program pembangunan jangka lima tahun ke depan, yang di antaranya adalah kesehatan masyarakat, peningkatan pendidikan, penyelesaian registrasi hutan haminjon dengan TPL dan hal-hal besar lainnya. Tapi dalam hal ini saya menitikberatkan bahasan ini, karena saya merasa hal ini sangat jarang dibahas oleh orang-orang sehingga permasalahan akan ketertinggalan di daerah perbatasan akan semakin tertinggal apabila tanpa membuka wacana-wacana yang mengulasnya secara rutin di kesempatan yang sama. Padahal hal ini sangat dibutuhkan dengan waktu yang mendesak. Dimana penyelesaian permasalahan daerah perbatasan tertinggal ini juga tidak akan terlepas dari masalah infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan masyarakat, serta masalah sosial lainnya.
Melihat dari latar belakang Bupati Humbahas, saya yakin beliau telah lebih tahu akan menyelesaikan masalah permasalahan otonomi daerah. Karena beliau adalah salah seorang perumus undang-undang otonomi daerah jauh sebelum terjun menjadi bupati.
Persepsi penanganan kawasan perbatasan lebih didominasi pandangan untuk mengamankan perbatasan dari potensi ancaman dari luar dan cenderung memosisikan kawasan perbatasan sebagai sabuk keamanan. Hal ini telah mengakibatkan kurangnya pengelolaan kawasan perbatasan dengan pendekatan kesejahteraan melalui optimalisasi potensi SDA, terutama yang dilakukan investor swasta. Sebenarnya persoalan daerah perbatasan merupakan persoalan tersendiri yang justru tidak pernah mendapat perhatian dari pemerintah pusat. Di sini pemerintah daerah harus lihai untuk memberikan keadilan kepada seluruh rakyatnya tanpa harus menunggu uluran tangan dari pemerintah pusat. Sehingga arti dan makna otonomi daerah itu dirasakan oleh kalangan masyarakat dari seluruh lapisan.
Kita akui Humbahas saat ini sudah tergolong berhasil dalam penerapan otonomi daerah. Yang dibuktikan dengan perbaikan infrastruktur jalan dan bangunan-bangunan kantor desa dan posyandu di setiap desa di Humbahas. Tapi masih banyak hal yang harus dikembangkan, yakni dengan adanya kefokusan pengembangan melalui pendekatan ekonomi produktif desa dan penguatan kelembagaan lokal dan pengembangan jaringan dan pemberdayaan potensi di daerah perbatasan. Program percepatan pembangunan infrastruktur daerah tertinggal, yaitu pembentukan kelompok kerja program pembangunan wilayah yang bisa saja didapatkan dengan melalui swadaya masyarakat setempat dengan bergotong royong. Sehingga pembangunan jalan-jalan yang masih belum mengalami pengerasan, setidaknya bisa dilalui angkutan umum. Maka dengan demikian pemercepatan pembangunan daerah terpencil akan segera terselesaikan permasalahannya. Bupati terpilih harus lihai dalam pemberdayaan sumber daya masyarakat di daerah perbatasan, dalam hal peningktan taraf hidup mereka. Yang bisa saja dengan pemaksimalan kelompok tani, atau hal-hal lain sebagainya.

Peran masyarakat dalam pemercepatan pembangunan

Kita masih bersyukur memiliki daerah perbatasan yang juga masih daerah NKRI. Yang masih jauh lebih ringan penangan penyelesaian ketertinggalan daerah perbatasan bila dibandingkan dengan daerah-daerah lain di negeri ini yang berbatasan langsung dengan negara lain. Dimana, seringkali menjadi masalah kedaulatan bangsa, sebut saja daerah Entikong, di Kalimantan Barat, pulau Borneo sana. Yang kita ketahui bersama, dari banyak media, dimana di kawasan tersebut lebih banyak mengunakan Ringgit daripada Rupiah dalam hal bertransaksi. Penduduk lebih tahu pejabat Malasya dibanding dengan pejabat Indonesia. Dalam arti penanganan pemberdayaan masih bisa lebih difokuskan terhadap peningkatan ekonomi, walau dalam hal ini juga tidak mengesampingkan peningkatan keamaanan. Tapi tetap saja kita harus berpegangan bahwa kawasan perbatasan adalah merupakan serambi depan. Yang sebenarnya sudah tersirat dalam pepatah leluhur kita ”dompakna do tajomna”. Dalam arti faktor ekonomi jelas membuat kawasan perbatasan. Dan itulah realita hidup di daerah perbatasan.
Bupati dalam hal kewenangannya sebagai kepala daerah, jika menginginkan pembangunan di Humabahas yang lebih maju lagi selama lima tahun ke depannya, harus bisa merangkul seluruh lapisan masyarakat. Tidak memandang status yang dimiliki, atau kata singkatnya harus menjauhkan praktek KKN (korupsi,kolusi, dan nepotisme). Termasuk di dalamnya adalah kembali merangkul orang-orang yang menjadi saingannya dalam pertandingan pemilukada silam kembali bekerjasama. Karena apa pun alasannya mereka adalah anak-anak Humbahas yang memiliki nilai kompetensi yang lebih. Beliau harus memimpin barisan untuk kembali merapatkannya dalam melangkah ke depannya. Tidak perlu kwatir dikatakan penakut, atau ingin hanya cari simpati.
Sebagai salah seorang mahasiswa yang dalam proses menerima pendidikan perkuliahan, penulis juga berharap kepada Bupati agar memberikan perhatian yang besar, dan membuka peluang yang seluas-luasnya bagi para saudara-saudara kami, anak-anak Humbahas yang masih belum bisa merasakan manisnya pendidikan akibat garis kemiskinan. Beliau juga harus mampu merangkul kaum-kaum cendikiawan, ebut saja sebagai contoh mudah, Bupati bisa saja mempromosikan Kabupaten Humbahas sebagai daerah penelitian bagi mereka-mereka yang masih penelitian dalam hal ini mahasiswa yang berasal dari Humbahas yang saat ini sedang menikmati perkuliahan di berbagai universitas negeri maupun swasta di seluruh pelosok negeri ini dengan berbagai program studi. Yang dalam kehidupan kampus sering diistilahkan dengan kuliah kerja nyata. Artinya Humbahas bisa digunakan sebagai laboratorium percobaan para cendikiawan tersebut. Dan dalam hal ini, Bupati juga secara tidak langsung telah berperan dalam kaderisasi generasi penggerak roda pemerintahan Humbahas di masa yang akan datang.
Sekali lagi, janganlah menganggap kawasan perbatasan sebagai halaman belakang rumah kita, tapi merupakan serambi depan, yang tidak hanya menjadi perhatian pihak-pihak terkait, tetapi agar diwujudkan secara konkret, sehingga perhatian-perhatian tersebut menjadi kenyataan yang membangun. Dimana banyak hal-hal kecil yang dampaknya sangat besar bisa kita lakukan, tentunya bila dilakukan serius dan berkesinambungan. Semoga Humbahas-1 dan masyarakat Humbahas bekerjasama dan sama-sama melakukan dan merasakan arti pembangunan menuju kesejahteraan yang adil dan makmur di era yang ke-2 ini.

Penulis adalah mahasiswa Biologi, Universitas Sumatera Utara, Ketua Ikatan Mahasiswa Humbahas USU(IMHU) berasal dari Desa Lumban Sianturi, Kecamatan Paranginan, Kabupaten Humbahas.

0 komentar:

Posting Komentar